Wamenkumham menilai perlu MK menjelaskan terkait pemberlakuan putusan perubahan masa jabatan pimpinan KPK

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengemukakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) perlu memberikan penjelasan yang lebih terperinci tentang pemberlakuan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diubah dari empat tahun menjadi lima tahun.
Ini sangat penting mengingat KPK merupakan lembaga yang memiliki kewenangan besar dalam penegakan hukum di Indonesia sehingga penjelasan mengenai perubahan ini diperlukan untuk kejelasan dan kepastian hukum.
Selain itu, Wamenkumham juga meminta MK menjelaskan apakah masa jabatan Dewan Pengawas KPK yang hanya empat tahun akan mengikuti masa jabatan Pimpinan KPK yang diperpanjang menjadi lima tahun karena informasi mengenai hal tersebut tidak termuat dalam amar putusan.
Menurut Eddy Hiariej, terdapat dua tafsiran mengenai penerapan putusan perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun yang disahkan MK. Pendapat pertama menyatakan bahwa putusan MK yang telah mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengenai perubahan masa jabatan tidak akan berlaku saat ini. Sebagai gantinya, putusan ini akan berlaku secara prospektif, yaitu untuk pimpinan KPK yang akan datang.
Alasan teoritis di balik pendapat ini adalah bahwa putusan MK dianggap setara dengan Undang-Undang sehingga prinsip keberlakuan Undang-Undang berlaku ke depan, tidak berlaku surut.
Eddy menjelaskan bahwa jika pendapat pertama ini diikuti, maka masa jabatan Pimpinan KPK akan tetap berakhir pada tanggal 20 Desember 2023. Hal ini disebabkan oleh ketentuan dalam Undang-Undang KPK dan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengangkat Pimpinan KPK untuk masa jabatan empat tahun sejak 20 Desember 2019 hingga 20 Desember 2023.
Namun, Eddy juga mengemukakan pendapat kedua yang dimungkinkan terhadap putusan MK, yaitu bahwa putusan tersebut berlaku segera setelah diucapkan. Jika demikian, masa jabatan pimpinan KPK yang ada saat ini diperpanjang satu tahun hingga lima tahun dan akan berakhir pada 20 Desember 2024. Untuk mewujudkan pendapat kedua ini, Presiden harus mengubah Keppres terkait masa jabatan Pimpinan KPK saat ini.
Seperti yang telah dilaporkan sebelumnya, MK telah mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 terkait perubahan masa jabatan pimpinan KPK yang diajukan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Dalam pertimbangan putusannya, hakim konstitusi berpendapat bahwa sistem perekrutan pimpinan KPK dengan masa jabatan empat tahun telah mengakibatkan adanya penilaian kinerja terhadap pimpinan KPK yang berpotensi mengancam independensi lembaganya.
Selain itu, perbedaan masa jabatan pimpinan KPK dengan lembaga independen lain dianggap telah melukai rasa keadilan dan bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karenanya, MK memutuskan bahwa ketentuan mengenai masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur hal yang sama pada lembaga negara lain yang bersifat independen, yaitu lima tahun.
Keputusan ini bukan tanpa kontroversi, karena ada empat Hakim Konstitusi yang menyatakan pendapat berbeda: Suhartoyo, Wahiduddins Adam, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih. Mereka menganggap bahwa masa jabatan tidak berkaitan dengan rasa keadilan, melainkan harus dilihat dari aspek kelembagaan dalam pembentukannya.
Dalam menyikapi putusan tersebut, pemerintah siap untuk menaati aturan perubahan masa jabatan pimpinan KPK yang disahkan oleh MK. Namun, masih diperlukan kejelasan mengenai penerapan putusan tersebut, khususnya terkait masa jabatan Dewan Pengawas KPK dan penyesuaian Keppres yang diperlukan.
Baca berita terbaru lainnya di sini.