Protes Persyaratan Surat Pengadilan Tidak Pernah Dipidana untuk Calon Legislatif, Anggota DPR: Jika Takut kepada Tuhan, Siapa yang Membuat Suratnya?

Sejumlah anggota Komisi II DPR RI menyampaikan protes terkait syarat surat keterangan pengadilan bahwa seseorang tidak pernah dipidana dengan ancaman penjara selama 5 tahun bagi calon anggota legislatif dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ketentuan ini akan diatur dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai pencalonan anggota legislatif.
Anggota DPR dari fraksi PAN, Guspardi Gaus, mengemukakan bahwa jika memang diperlukan surat keterangan semacam itu untuk membuktikan rekam jejak calon, syarat lainnya juga harus ditentukan dalam bentuk surat keterangan. Hal ini termasuk syarat calon harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Gaus menanyakan apakah ada lembaga yang mengeluarkan surat keterangan untuk syarat ini, seperti Pengadilan Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), atau pemuka agama kristen.
Gaus mengatakan bahwa dalam peraturan KPU, cukup dengan pernyataan pribadi dari calon yang bersangkutan bahwa ia bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia juga menyinggung syarat lain yang tidak memerlukan surat keterangan, seperti kemampuan membaca dan menulis bagi seseorang yang ingin mendaftar sebagai calon anggota legislatif. Menurut Guspardi dan sejumlah anggota Komisi II DPR RI lainnya, syarat surat keterangan pengadilan mengenai tak pernah dipidana dengan ancaman 5 tahun lebih membuat proses pendaftaran menjadi lebih merepotkan.
Selain itu, untuk menerbitkan surat keterangan tersebut, pengadilan juga harus memperoleh Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari pihak yang bersangkutan. Gaus berpendapat bahwa seharusnya cukup dengan melampirkan surat pernyataan bermeterai yang menyatakan kesiapan calon tersebut, bahwa pencalonannya akan dianulir atau keanggotaannya di DPR akan diganti jika di kemudian hari terbukti pernah dipidana dengan ancaman 5 tahun lebih.
Namun, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa Undang-Undang telah mengatur syarat calon anggota legislatif yang tidak pernah dipidana dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Ia mengatakan bahwa perlu ada surat keterangan dari pengadilan untuk mengetahui apakah seseorang pernah dipidana atau tidak, karena pengadilan adalah lembaga yang berwenang untuk memidana.
Meski Gaus berulang kali mengusulkan bahwa masukannya ini menjadi kesimpulan dalam rapat dan diakomodasi oleh KPU dalam peraturan yang akan diterapkan kelak, pimpinan rapat mengingatkan bahwa rapat ini hanya bersifat konsultatif. Artinya, kebijakan mengenai peraturan pencalonan anggota legislatif sepenuhnya berada di tangan KPU RI sebagai pihak yang berwenang. Rapat kemudian menyetujui draf rancangan peraturan KPU dan Komisi II DPR RI meminta KPU memperhatikan aspirasi yang disampaikan selama rapat berlangsung mengenai rancangan peraturan tersebut.
Kontroversi mengenai syarat surat keterangan pengadilan ini mencerminkan perdebatan lebih luas tentang apa yang harus menjadi standard bagi calon anggota legislatif dalam Pemilu 2024. Meskipun beberapa anggota Komisi II DPR RI merasa bahwa syarat ini terlalu merepotkan, penetapan syarat ini dalam peraturan KPU dianggap penting oleh pihak lain untuk memastikan integritas dan rekam jejak calon anggota legislatif yang akan dipilih oleh rakyat. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua KPU RI, surat keterangan dari pengadilan diperlukan untuk memastikan bahwa calon legislatif memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.
Baca berita terbaru lainnya di sini.