Kriminal

Peneliti BRIN yang Mengancam Warga Muhammadiyah Terancam Hukuman Penjara 6 Tahun

Laporan telah tersiar bahwa peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (APH) yang mengancam warga Muhammadiyah dikabarkan ditahan polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian berdasarkan SARA. Atas perbuatannya ini, Andi terancam hukuman penjara selama enam tahun dan denda maksimal 1 miliar Rupiah.

Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Kombes Rizki Agung menjelaskan bahwa saat ini tersangka dikenakan dengan Pasal 45a ayat 2 Juncto Pasal 28 ayat 2 ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun, dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu, Andi juga dijerat dengan Pasal 45b juncto Pasal 29 UU ITE dengan ancaman maksimal empat tahun penjara dan denda paling Republik Indonesia banyak Rp 750 juta.

Rizki menjelaskan bahwa pada saat menangkap Andi, kepolisian melakukan penyitaan terhadap sejumlah barang bukti. Di antaranya adalah HP merek Xiaomi yang digunakan Andi untuk menulis komentar ancaman di Facebook serta akun e-mail yang merupakan e-mail kredensial dari akun Facebook AP Hasanuddin. Selain itu, satu unit notebook merek Asus milik Andi juga turut disita Bareskrim.

Sebelumnya, ramai sebuah tangkapan layar Twitter terkait aksi mengancam akan membunuh warga Muhammadiyah. Ancaman pembunuhan itu ditulis oleh akun Facebook AP Hasanuddin dalam sebuah diskusi di sosial media. Kejadian ini menciptakan kehebohan dan kemarahan dari berbagai pihak yang menilai tindakan Andi tidak pantas dan tidak mencerminkan sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang peneliti.

Banyak pihak yang mengecam perbuatan Andi, termasuk dari kalangan Muhammadiyah sendiri. Mereka menilai tindakan Andi sangat tidak mencerminkan sikap dan idealisme Muhammadiyah yang selalu mengajarkan toleransi dan mutual respect. Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa tindakan tersebut sangat merugikan nama baik Muhammadiyah dan menjadi contoh buruk bagi generasi muda.

Kasus ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk menggunakan media sosial dengan bijak dan bertanggung jawab. Perbuatan sembrono dan tidak terkontrol di dunia maya bisa berakibat fatal bagi orang lain dan juga bagi diri kita sendiri. Kita perlu selalu menjaga sikap dan tindakan di media sosial, karena setiap tindakan yang kita lakukan di sana akan menjadi cerminan diri kita di dunia nyata.

Kasus ini juga menjadi perhatian publik dan pihak berwenang untuk menindak tegas setiap bentuk ujaran kebencian, khususnya yang berhubungan dengan SARA. Semakin banyak kasus ujaran kebencian yang viral di media sosial, semakin penting peran pemerintah dan aparat penegak hukum dalam mengatasi dan memberantas masalah ini.

Selain itu, kasus ini juga mengingatkan kita tentang pentingnya pendidikan karakter dan moral bagi setiap individu, termasuk para peneliti dan intelektual. Sebagai peneliti, Andi seharusnya menjadi contoh yang baik bagi masyarakat dan menjunjung nilai-nilai keilmuan yang luhur.

Dalam menghadapi kasus ini, diharapkan pemerintah dan aparat penegak hukum bisa bekerja secara profesional, adil, dan objektif dalam menangani kasus serupa. Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat mendukung proses penegakan hukum dan menjaga suasana yang kondusif untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia dari segala bentuk ujaran kebencian dan SARA.

Baca berita terbaru lainnya di sini.

Rizka Wulandari

Rizka Wulandari sudah terjun di dunia media selama tiga tahun terakhir. Sejak lulus kuliah, ia sudah bekerja untuk beberapa publikasi independen di Jakarta dan menulis berbagai artikel dengan tema yang beragam.