Berita

Menaker Ida tegaskan intoleransi kekerasan seksual di tempat kerja

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengajak semua pihak untuk serius dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Sebagai langkah lebih lanjut, menteri tersebut mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) Nomor 88 Tahun 2023 sebagai panduan bagi pengusaha, pekerja, instansi pemerintah, dan masyarakat umum dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di tempat kerja.

Ida Fauziyah mengatakan bahwa pelecehan seksual tidak bisa ditoleransi dan menegaskan pentingnya pemahaman, perhatian, dan dukungan dari semua pihak dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Keputusan ini dikeluarkan karena jumlah kasus dan korban kekerasan seksual di tempat kerja masih tinggi.

Data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menunjukkan bahwa pada 2021, ada 389 kasus kekerasan seksual di tempat kerja dengan 411 korban. Pada 2022, ada 324 kasus dengan 384 korban. Sementara pada Mei 2023, jumlah kasus kekerasan seksual di tempat kerja telah mencapai 123 kasus dengan 135 korban.

Studi oleh International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa pada 2022, 70,93 persen dari 1.173 responden mengaku pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Dari survei tersebut, 69,35 persen korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan dan pelecehan. Kekerasan dan pelecehan paling sering dialami adalah yang bersifat psikologis, sebanyak 77,40 persen, diikuti oleh pelecehan seksual sebanyak 50,48 persen. Jumlah korban kekerasan di tempat kerja masih didominasi oleh perempuan, yaitu sebanyak 656 orang.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja ini diharapkan dapat menyinkronkan dan memperkuat aturan yang ada agar pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja lebih optimal. Hal ini penting guna menjaga hubungan industrial yang harmonis dan produktif. Keputusan tersebut mencakup pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja, pengaduan, penanganan, dan pemulihan korban. Selain itu, juga diatur pembentukan, fungsi, dan tugas Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.

Keputusan ini menjelaskan sembilan bentuk kekerasan seksual, sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Berdasarkan UU tersebut, bentuk kekerasan seksual meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Ida Fauziyah menegaskan bahwa pelaku atau korban dapat berasal dari pihak pengusaha, pekerja, atau orang lain yang berada di lingkungan kerja. Dalam upaya pencegahan kekerasan seksual, beberapa langkah dapat dilakukan, seperti memasukkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ke dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, serta melaksanakan edukasi kepada pihak-pihak yang ada di lingkungan kerja.

Selain itu, perlu juga meningkatkan kesadaran diri, menyediakan sarana dan prasarana kerja yang memadai, serta mempublikasikan gerakan anti kekerasan seksual di tempat kerja. Ida Fauziyah menegaskan kembali peran Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di perusahaan dalam Kepmenaker sebagai penyusun dan pelaksana program serta kegiatan sesuai kebijakan perusahaan.

Apabila terjadi kekerasan seksual di tempat kerja, korban, keluarga, rekan kerja korban, dan pihak terkait dapat melaporkan tindakan tersebut secara daring atau luring kepada Satgas yang dibentuk di perusahaan, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), atau kepolisian. Sedangkan penanganan kasus tersebut dapat dilakukan dengan pendampingan terhadap korban sesuai peraturan perundang-undangan, pelindungan terkait pemenuhan hak-hak pekerja, serta sanksi oleh perusahaan dan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

Sanksi yang diberikan perusahaan kepada pelaku tindak kekerasan seksual di tempat kerja dapat berupa surat peringatan, pemindahan atau penugasan ke divisi atau bagian atau unit kerja lain, penurunan atau penghapusan kewenangan di perusahaan, pemberhentian sementara (skorsing), dan/atau pemutusan hubungan kerja (PHK). Ida Fauziyah meminta agar upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini dilaksanakan secara serius dan efektif tanpa diskriminasi.

Rizka Wulandari

Rizka Wulandari sudah terjun di dunia media selama tiga tahun terakhir. Sejak lulus kuliah, ia sudah bekerja untuk beberapa publikasi independen di Jakarta dan menulis berbagai artikel dengan tema yang beragam.