KY ingatkan hakim hindari kata-kata seksis dan misoginis dalam persidangan

Komisi Yudisial (KY) mengimbau majelis hakim yang mengadili perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar agar menjaga sikap dan ucapan mereka dari hal-hal yang bersifat seksis dan misoginis. Hal ini dikarenakan selama berlangsungnya persidangan, terdakwa Haris Azhar dan kuasa hukumnya merasa ada beberapa pernyataan yang dianggap mengandung sikap seksis dan misoginis.
Seksisme merupakan diskriminasi berdasarkan gender atau anggapan yang meyakini bahwa pria lebih unggul dibandingkan wanita. Sementara misogini adalah bentuk diskriminasi terhadap gender perempuan yang melibatkan kebencian. Seorang misoginis akan memandang perempuan sebagai pihak yang memang pantas ditindas, disudutkan, dan dieksploitasi.
Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan bahwa hakim seharusnya menjaga kode etik dan pedoman perilaku dalam memimpin persidangan. Miko menambahkan bahwa proses persidangan ini tetap dipantau secara langsung oleh KY untuk menjaga kemandirian dan akuntabilitas hakim. Seluruh sikap, perkataan, dan perilaku hakim juga dicatat dan direkam oleh KY.
Persidangan kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar tampaknya cukup diperhatikan oleh banyak pihak. Salah satu insiden yang terjadi saat Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dihadirkan sebagai saksi adalah ketika hakim meminta pengacara Haris Azhar untuk menggunakan microphone atau pengeras suara. Hakim kemudian mengomentari suara pengacara terdakwa, menyebutnya seperti suara perempuan. Pernyataan ini kemudian memicu protes dari pihak Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Dalam perkara ini, Haris Azhar didakwa dengan Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, activis HAM tersebut juga didakwa dengan Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 310 Ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Fatia didakwa dengan semua pasal yang menjerat Haris Azhar, kecuali Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Beberapa pihak selain KY turut mengawasi jalannya sidang ini, seperti Kontras yang mengkritik dan mengecam segala bentuk penghalangan yang terjadi saat persidangan. Kontras menganggap ada beberapa pihak yang mencoba menghalangi proses pengungkapan fakta terkait kasus ini, termasuk ketidak hadiran saksi yang diundang.
KY sendiri berharap agar hakim yang berwenang untuk mengadili kasus ini tetap dapat menjalankan proses persidangan dengan mengacu pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Hal ini tentu bertujuan agar sidang dapat berjalan dengan seadil-adilnya dan memberikan keputusan yang tepat dalam perkara yang melibatkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.