Kpai ungkap penyebab tingginya kekerasan pada anak di lingkungan pendidikan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan faktor-faktor penyebab tingginya angka kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan. Menurut KPAI, salah satu penyebabnya adalah learning loss akibat pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19. Selain itu, game online dan media sosial yang tidak ramah anak juga ikut mempengaruhi karakter dan akhlak anak.
Diyah Puspitarini, Komisioner KPAI, menjelaskan bahwa kondisi tersebut melemahkan karakter, akhlak, dan budi pekerti anak. Selain itu, KPAI juga menyoroti adanya penyimpangan relasi kuasa antara pendidik dengan peserta didik, maupun antar sesama peserta didik. Hal ini terjadi karena beberapa peserta didik merasa lebih kuat dan melakukan kekerasan terhadap yang dianggap lebih lemah.
KPAI juga melihat bahwa struktur kurikulum dan metode pembelajaran di sekolah lebih terfokus pada aspek kognitif, sehingga kurang memberikan perhatian pada pendidikan karakter. Selain itu, lemahnya pengawasan dan kontrol kebijakan dari satuan pendidikan juga menjadi faktor penyebab kekerasan di sekolah. Salah satu penyebab lainnya adalah rendahnya kontrol diri pada peserta didik dan adanya ketidakharmonisan dalam keluarga.
Selain itu, KPAI juga mencatat rendahnya kebijakan sekolah dalam menciptakan rasa aman dan ramah serta pengawasan disiplin di satuan pendidikan. Hal ini menyebabkan lingkungan pendidikan tidak menyediakan perlindungan yang memadai bagi anak-anak.
KPAI juga menyoroti pengaruh tayangan di media massa yang terkadang tidak ramah anak. Beberapa peserta didik kemudian mempraktekkan perilaku yang mereka lihat di media tersebut di lingkungan sekolah. Hal ini mengurangi rasa peduli, empati, dan kasih sayang terhadap sesama.
Selama Januari hingga Agustus 2023, KPAI mendapatkan laporan sebanyak 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 861 kasus terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan sisanya adalah kasus di luar satuan pendidikan. Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, menyebut bahwa sekitar 1.400 kasus yang dilaporkan terkait dengan pelanggaran terhadap perlindungan anak, termasuk dalam hal pengasuhan, hak sipil, kesehatan, dan perlindungan khusus lainnya.
KPAI menekankan bahwa perlunya langkah-langkah konkret untuk mencegah kekerasan anak di lingkungan pendidikan. Pemerintah dan lembaga terkait perlu melakukan pengawasan dan pengendalian yang lebih baik terhadap pembelajaran jarak jauh, baik dalam hal materi pembelajaran maupun dalam mengatasi masalah perilaku anak. Selain itu, sekolah juga perlu menerapkan kebijakan yang menjaga kenyamanan dan keamanan anak-anak di lingkungan pendidikan.
Pencegahan kekerasan anak juga perlu dilakukan melalui pendidikan karakter yang lebih terintegrasi dalam kurikulum, pengawasan dari satuan pendidikan, serta kerja sama antara sekolah dan orang tua dalam mendidik anak-anak agar memiliki moral dan etika yang baik. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap tayangan di media massa, sehingga cerita dan perilaku yang tidak ramah anak tidak ditiru oleh peserta didik.
Diperlukan kerja sama dan upaya bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga terkait, sekolah, dan orang tua, untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, ramah, dan mendukung perkembangan anak-anak. Dengan demikian, harapannya adalah angka kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan dapat dikurangi dan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.