Ketua KPU Jelaskan Mengenai Banyak Pemilih yang Dapat Didiskualifikasi

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa terdapat banyak pemilih yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) akibat penempatan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang kurang tepat. Hal ini membuat sebagian besar pemilih harus dialihkan ke TPS lain demi memenuhi kapasitas ideal yang ditentukan KPU.
Menurut Hasyim Asy’ari, ada wilayah di Indonesia yang mencapai angka 98 persen pemilihnya dinyatakan tidak memenuhi syarat karena penempatan TPS yang tidak tepat. Sebagai contoh, seseorang yang tinggal di kelurahan A yang hanya memiliki satu TPS harus dialihkan ke kelurahan lain atau TPS yang berbeda agar kapasitas pemilih yang ditentukan KPU dapat terpenuhi.
KPU sendiri menetapkan bahwa sebuah TPS idealnya hanya menampung kapasitas 300 pemilih. Namun, pengalihan pemilih tadi seringkali menyebabkan banyak masalah TMS yang muncul. Hasyim menyebutkan bahwa masalah ini telah dikoreksi melalui supervisi dan monitoring KPU di tingkat kabupaten dan kota.
Kendati demikian, Hasyim mengakui bahwa kesalahan penempatan pemilih di TPS masih terjadi dan masalah tersebut masih memerlukan perbaikan lebih lanjut. Dia berharap agar pemilih yang dialihkan sudah ditempatkan di TPS yang sesuai dengan alokasi yang sudah ditetapkan.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebelumnya telah merilis data persoalan pemilih yang tidak memenuhi syarat pada akhir Maret 2023. Menurut Bawaslu, terdapat sekitar 6,4 juta pemilih yang dinyatakan tidak memenuhi syarat setelah proses penelitian dan pencocokan data dilakukan.
Lolly Suhenty, Koordinator Divisi Pencegahan,Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu RI mengungkapkan bahwa restrukturisasi TPS menjadi penyebab utama meningkatnya jumlah pemilih yang tidak memenuhi syarat. Ia menilai restrukturisasi TPS yang dilakukan KPU dalam waktu singkat memiliki konsekuensi salah penempatan TPS.
Tidak hanya itu, isu lain yang menjadi sorotan di tengah melonjaknya jumlah pemilih yang belum memenuhi syarat adalah adanya aturan yang mengharuskan pemilih untuk memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang valid atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada pada kartu keluarga. KPU menegaskan bahwa pemilik KTP atau NIK yang sah tetap bisa mencoblos pada pemilihan umum 2024 meskipun belum memiliki KTP. Ini diharapkan dapat mengakomodasi pemilih yang belum memiliki KTP sampai hari pencoblosan.
Untuk mengantisipasi meningkatnya jumlah pemilih yang tidak memenuhi syarat, KPU pun mengupayakan beberapa langkah. Salah satunya adalah dengan menyiapkan TPS khusus untuk beberapa kelompok pemilih seperti santri, tahanan, hingga mahasiswa rantau. Hal ini diharapkan dapat menfasilitasi proses pemilihan bagi mereka tanpa adanya hambatan.
KPU juga mengajak segenap pimpinan partai politik peserta pemilu 2024 untuk senantiasa memeriksa dan mencermati daftar pemilih sementara yang sudah disusun. Hal ini penting untuk menciptakan proses pemilu yang jujur dan adil serta menghindari potensi kecurangan yang bisa disebabkan oleh kesalahan penempatan pemilih di TPS.
Sebagai upaya mengurangi salah penempatan dan pemilih yang tidak memenuhi syarat, KPU terus berkoordinasi dengan Bawaslu serta pihak terkait lainnya. KPU juga berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas daftar pemilih melalui verifikasi, validasi, dan pengecekan data secara berkelanjutan sehingga proses pemilihan umum 2024 dapat berlangsung dengan baik dan lancar.