Politik

Kemungkinan Terbentuk Koalisi Besar, Namun Airlangga dan Cak Imin Perlu Rela Tidak Menjadi Capres-Cawapres

Ari Junaedi, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, mengemukakan bahwa koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) memiliki peluang untuk membentuk koalisi besar menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Namun, Ari memperkirakan bahwa penyatuan kedua koalisi politik tersebut akan menghadapi kendala dalam hal kesepakatan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Ari mengatakan bahwa penyatuan kedua koalisi akan membawa perombakan pada siapa yang akan diajukan sebagai capres dan cawapres. Belum adanya kesepakatan mengenai kandidat capres-cawapres dalam internal masing-masing koalisi semakin mempersulit proses ini. Pada koalisi KIR yang dibentuk oleh Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gerindra ingin mencalonkan Ketua Umumnya, Prabowo Subianto, sebagai capres, sementara PKB ingin mengajukan Ketua Umumnya, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, sebagai capres atau minimal cawapres.

Di sisi lain, pada koalisi KIB yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar ingin menjagokan Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto, sebagai capres. PAN dan PPP justru menyiratkan keinginan untuk mengusung kader PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, sebagai capres. Ari menilai bahwa keinginan Cak Imin dan Airlangga untuk menjadi capres atau cawapres berpotensi mengganggu kesolidan masing-masing koalisi.

Menurut Ari, dari segi elektabilitas, Prabowo merupakan sosok yang paling memungkinkan untuk menjadi capres. Sejumlah lembaga survei menunjukkan tingkat elektoral Prabowo berada di tiga besar, bersaing dengan Ganjar Pranowo dan mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Ari menyarankan agar kursi cawapres diisi oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang mewakili PKB, atau Gubernur Jawa Barat yang mewakili Golkar. Kedua tokoh ini memiliki elektabilitas yang tinggi dalam klasemen cawapres.

Namun, Ari menyatakan bahwa komposisi ideal seperti yang diusulkan hanya mungkin tercapai jika Cak Imin dan Airlangga bersedia untuk mengalah. Ari menilai bahwa wacana pembentukan koalisi besar bertujuan untuk mencari potensi kemenangan yang lebih tinggi. Koalisi besar juga bisa mengunci calon lain agar tidak maju dalam Pilpres 2024 karena semakin sedikitnya peluang partai politik untuk mengajukan calon.

Meski koalisi besar memiliki potensi besar dari segi politik, Ari mengingatkan bahwa hal tersebut tidak serta merta menjamin kemenangan. Menurutnya, kemenangan akan ditentukan oleh capres-cawapres dalam koalisi. Oleh karenanya, sosok yang memiliki elektabilitas tinggi dan rekam jejak yang baik dalam pemerintahan sangat diperlukan.

Pada kesempatan sebelumnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyebut bahwa koalisi KIR dan KIB berpeluang untuk bergabung karena memiliki frekuensi yang sama. Prabowo menegaskan bahwa ketua umum partai dalam masing-masing koalisi akan berkomunikasi lebih intens lagi.

Di kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo menganggap cocok apabila KIR dan KIB bersatu untuk menghadapi Pemilu 2024. Namun, Joko Widodo menyerahkan keputusan tersebut kepada ketua-ketua partai dan gabungan ketua partai. Presiden mengharapkan keputusan tersebut dapat diambil demi kebaikan bangsa dan rakyat melalui musyawarah yang lebih baik.

Arya Pratama

Arya Pratama adalah seorang jurnalis senior yang fokus pada berita politik. Ia telah bekerja untuk beberapa media terkemuka di Indonesia. Selama kariernya, Arya telah meliput berbagai peristiwa penting di dunia politik Indonesia, termasuk pemilihan umum, sidang parlemen, serta peristiwa-peristiwa penting di tingkat nasional dan internasional.