Kemendagri Menelusuri Isu Bupati Meranti Menggadaikan Aset Pemkab demi Pinjaman Rp 100 Miliar

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tengah menelusuri isu mengenai Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil, yang disinyalir menggadaikan aset Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Kasus ini sedang ditelusuri oleh Kemendagri berdasarkan regulasi dan dokumen yang ada.
Staf khusus Mendagri, Kastorius Sinaga, menjelaskan bahwa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian selalu menekankan pentingnya berpijak pada regulasi dan meminta jajaran terkait untuk mencermati masalah ini secara faktual dan mengevaluasi secara normatif. Apabila ditemukan pelanggaran, maka akan ditelusuri lebih lanjut. Sementara jika pemberitaan tidak sesuai dengan fakta, akan diklarifikasi.
Isu ini bermula dari dugaan aset Pemkab Meranti digadaikan oleh M Adil kepada Bank Riau Kepri (BRK) Syariah Cabang Selatpanjang. Nilai pinjaman yang dicairkan sebesar Rp 100 miliar. Pimpinan Cabang BRK Syariah Cabang Selatpanjang, Ridwan, membenarkan adanya pinjaman dari Pemkab Meranti dengan nilai pinjaman tersebut.
Ridwan mengungkapkan bahwa pinjaman atau pembiayaan ini merupakan akad kerjasama antara BRK Syariah dan Pemda Meranti. Pinjaman ini dilakukan sejak bulan Januari 2022, namun hingga saat ini, dana yang sudah dicairkan baru sekitar Rp 60 miliar. Dalam sistem pembiayaan di BRK Syariah, tidak ada aset yang dijadikan jaminan dan menggunakan sistem pembiayaan dengan akad musyarakah mutanaqisah (MMq).
Musyarakah mutanaqisah adalah bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih dalam kepemilikan suatu aset. Dalam akad ini, aset salah satu pihak akan berpindah ke pihak lain dengan cara pembayaran secara bertahap. Dalam kasus ini, bukan kantor bupati yang disebut digadaikan, melainkan kantor Dinas PUPR yang menjadi dasar kerjasama dalam pembiayaan tersebut.
Menurut Ridwan, alasan Pemkab Meranti melakukan pinjaman ini karena pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022 mengalami defisit. Untuk menutup defisit tersebut, dilakukanlah kerjasama dengan BRK Syariah dengan menggunakan aset Pemda sebagai dasar pembiayaan MMq.
Cicilan yang harus dibayarkan oleh Pemkab Meranti tiap bulannya sekitar Rp 3,4 miliar, dan hingga saat ini sudah dibayar sebesar Rp 12 miliar setelah pencairan APBD bulan Desember 2022. Pembayaran cicilan selanjutnya akan dibebankan pada APBD Meranti tahun 2023 dan 2024.
Ridwan menjamin bahwa proses pinjaman yang dilakukan Pemkab Meranti telah melalui prosedur yang tepat, mulai dari persetujuan Kementerian Keuangan, Depdagri, hingga izin Kemendagri. Bahkan, menurutnya, pinjaman seperti ini juga dilakukan di beberapa daerah lainnya dan diizinkan oleh pemerintah pusat selama daerah yang mengajukan pinjaman memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pinjaman daerah memang telah mengatur tentang hal ini, sehingga setiap daerah di Indonesia diperbolehkan untuk melakukan pinjaman sesuai dengan besaran APBD yang dimiliki.
Meskipun proses pinjaman ini dijelaskan telah sesuai dengan prosedur, kasus penggadaian aset Pemkab Meranti sebesar Rp 100 miliar ini tetap menuai kritik dari berbagai pihak. Anggota DPRD Riau menyebut tindakan ini sebagai “kerja gila”. Kemendagri terus melacak kasus ini untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang dilakukan.
Baca berita terbaru lainnya di sini.