Keluarga Bima Yudho Terancam Akibat Kritikan ‘Dajjal’ Terhadap Jalan Rusak di Lampung

Seorang pelajar Indonesia asal Lampung yang sedang belajar di Australia, Bima Yudho Saputro, menjadi perbincangan hangat di media sosial setelah videonya yang mengkritik kondisi di kampung halamannya menjadi viral. Dalam video tersebut, Bima mengungkapkan kekecewaannya tentang infrastruktur yang buruk di daerahnya. Namun, dampak dari pengungkapan ini tidak hanya dirasakannya sendiri, tetapi juga oleh keluarganya di Indonesia yang merasa menerima tekanan dan pemantauan karena video tersebut.
Bima, yang menggunakan gaya bicara dan logat khasnya dalam videonya, mengungkapkan rasa terganggunya melalui akun Instagramnya. Ia mengatakan bahwa dirinya dihubungi oleh polisi untuk meminta keterangan terkait statusnya sebagai pelajar di luar negeri. Tak hanya itu, keluarganya juga digerayangi oleh polisi dan bahkan dipanggil oleh Bupati Lampung Timur, Dawam Rahardjo, terkait komentar yang dibuatnya.
Menurut Bima, keluarganya mendapatkan intervensi dan mereka melakukan profiling. Mereka mencoba mencari-cari kesalahan yang dilakukan Bima dan memaksanya untuk bungkam terhadap kondisi yang ada di Lampung. “Hari ini, keluarga gua kena intervensi dan mereka melakukan profiling. Mencoba mencari-cari kesalahan gue dan memaksa untuk bungkam dengan kebobrokan yang ada,” ungkap Bima.
Pelajar ini pun menyinggung tentang perlindungan yang ia butuhkan saat berada di Australia, sebuah negara yang lebih liberal dan terbuka terhadap kritikan. Ia merasa perlu mendapatkan perlindungan di negara tersebut agar tetap bisa menyampaikan kritik terhadap kondisi di kampung halamannya. “Meminta perlindungan di negara liberal yang lebih open dengan kritikan dan tidak hanya mementingkan satu golongan,” ujar Bima.
Bukan hanya Bima saja yang mendapatkan perlakuan dari pihak berwenang, ayahnya yang merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga dipanggil oleh Bupati Lampung Timur. Bima menjelaskan bahwa pemanggilan itu dilakukan untuk memeriksa biaya kuliahnya di Australia. Padahal, menurut Bima, sebagian besar biaya kuliahnya ditanggung oleh ibunya. Ayahnya tidak pernah mengirimkan dana untuk membiayai kuliahnya di Australia. “Bokap gua gak pernah kirim gua duit. Satu dolar pun gak pernah. Gak bakal cukup juga PN dan hari ini bokap gua dipanggil Lampung Timur sama polisi,” kata Bima.
Sebelumnya, Bima sempat mempertimbangkan untuk mengambil visa proteksi dan menjadi warga negara Australia. Hal ini terungkap dalam video di akun TikTok milik Bima. Dalam video tersebut, Bima mengkritik Provinsi Lampung dengan menyebutnya sebagai “dajjal”. Menurutnya, provinsi tersebut tertinggal karena infrastrukturnya yang jelek.
Gindha Ansori Wayka, advokat di Lampung, melaporkan Bima ke pihak kepolisian atas tuntutan menyebarkan berita hoaks tentang Lampung. Alasan pelaporannya adalah karena penggunaan kata “dajjal” dalam video kritik yang dibuat Bima. Menurut Ginda, seharusnya Bima lebih hati-hati dalam memilih kata-kata agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. “Silakan kritik tapi pilihan katanya (diksinya) harus dipilih agar tidak salah,” kata Ginda.
Kasus yang menimpa Bima ini tentunya menjadi perhatian publik di Indonesia terkait kebebasan berbicara dan bersuara dalam menyampaikan kritik. Seharusnya, pemerintah dan warga lebih terbuka untuk menerima kritik yang ditujukan kepada mereka agar bisa melakukan perbaikan di berbagai bidang yang menjadi keluhan, termasuk infrastruktur. Namun, di sisi lain, seorang kritikus juga harus bijaksana dalam menyampaikan kritikan agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih luas dan mengganggu keluarga yang ditinggalkan di tanah air.
Baca berita terbaru lainnya di sini.