Jubir MK Sebut Firli Bahuri dan Kawan-kawan Menjabat Selama 5 Tahun Sesuai dengan Keputusan MK

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, menyatakan bahwa putusan mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah bisa berlaku saat ini. Oleh karena itu, masa kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri dan empat wakilnya yang sebelumnya berakhir pada akhir Desember tahun ini diperpanjang hingga penghujung 2024.
Fajar mengatakan bahwa putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 juga memperpanjang masa jabatan Dewan Pengawas KPK saat ini. Menurutnya, persoalan putusan perpanjangan masa jabatan menjadi berlaku saat ini telah disebutkan dalam pertimbangan paragraf 3.17 halaman 117. Dalam pertimbangan itu, Mahkamah memandang penting untuk segera memutuskan perkara terkait masa jabatan dengan pertimbangan masa jabatan pimpinan KPK saat ini akan segera berakhir pada 20 Desember 2023 atau sekitar enam bulan.
Oleh karena itu, MK memutuskan untuk segera memutus perkara tersebut agar putusan bisa memberikan kepastian dan kemanfaatan yang berkeadilan bagi para pemohon dan seluruh pimpinan KPK saat ini. “Sebagaimana diatur dalam UU MK, putusan berlaku dan memiliki kekuatan mengikat sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno pengucapan putusan,” kata Fajar.
Sebelumnya, MK mengabulkan judicial review (JR) yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Namun, sejumlah kalangan berbeda pendapat dalam menafsirkan kapan putusan tersebut mulai berlaku, apakah bagi pimpinan KPK saat ini atau periode berikutnya.
Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Andalas, Feri Amsari, berpendapat putusan itu tidak berlaku bagi pimpinan KPK saat ini. Sebab, jika hal tersebut dilakukan maka putusan MK diberlakukan secara surut. “Kalau dilihat dalam konteks penerapan hukumnya tidak dapat diterapkan untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK yang ada saat ini,” kata Feri.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menyebut terdapat dua pendapat terkait putusan MK itu. Pertama, putusan tersebut tidak berlaku saat ini. Sebab, putusan MK dipandang sama dengan undang-undang. Sementara undang-undang berlaku ke depan. Pendapat lainnya adalah putusan itu berlaku sejak dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang. “Konsekuensi dari pendapat ini, Presiden harus merubah Keppres terkait masa jabatan Pimpinan KPK saat ini,” ujarnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pertimbangannya, mahkamah menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu empat tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR.
MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK. Sebab, presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen dua kali dalam periode atau masa jabatannya. Adapun ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK.
MK juga mengabulkan permohonan koreksi Ghufron terkait batas usia calon pimpinan KPK minimal 50 tahun. MK menilai, Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK atau UU KPK baru bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan,” kata Anwar Usman.
Baca berita terbaru lainnya di sini.