Berita

JPU Mengajukan Banding Kasus AG, Anggota Komisi III: Telah Sesuai Prosedur

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nasir Djamil mengatakan bahwa langkah Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengajukan banding atas putusan hakim dalam kasus AG (15) adalah langkah yang sudah sesuai dengan prosedur hukum. Menurut Nasir, JPU berhak mengajukan banding jika vonis yang dijatuhkan lebih rendah daripada tuntutan jaksa pada tingkat banding.

Nasir menegaskan bahwa meskipun langkah JPU sudah sesuai dengan prosedur, kasus AG merupakan kasus yang dilematis. Pasalnya, AG adalah anak di bawah umur dan seharusnya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) menjadi acuan dalam penanganan kasus tersebut. Dalam UU SPPA, anak yang berhadapan dengan hukum bukan untuk dihukum sebab belum dinilai dewasa dalam mengambil keputusan.

Oleh karena itu, aparat penegak hukum seharusnya mengedepankan UU SPPA sebagai dasar hukum dalam mengambil keputusan dan tidak terpengaruh oleh opini publik yang terbentuk melalui media. Nasir mengingatkan bahwa aparat penegak hukum tidak boleh melupakan prinsip perlindungan anak dalam penegakan hukum, termasuk AG yang merupakan salah satu tersangka kasus penganiayaan David (17). AG ditetapkan sebagai tersangka bersama anak dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Mario Dandy Satriyo (20).

Dalam kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya telah memvonis AG dengan hukuman 3 tahun 6 bulan penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU yang meminta hukuman selama empat tahun penjara dan ditempatkan di LPKA.

Kemudian, pada Senin lalu, AG dan JPU mengajukan banding atas vonis tersebut. Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, mengonfirmasi bahwa penasihat hukum AG telah resmi mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan tersebut.

Kasus penganiayaan David yang melibatkan AG dan Mario Dandy Satriyo sempat menjadi sorotan publik. Banyak pihak yang menuntut keadilan bagi korban dan mengkritik proses hukum yang dipersepsikan lamban dalam menangani kasus tersebut. Namun, dalam mengambil keputusan, aparat penegak hukum dituntut untuk mengedepankan prinsip keadilan dan perlindungan anak, serta mengabaikan tekanan dan opini publik.

Kasus AG ini dapat menjadi contoh bagi penegak hukum dalam mengedepankan prinsip perlindungan anak dan keadilan, serta menghindari pengaruh tekanan publik yang dapat mengaburkan proses peradilan. Selain itu, penegak hukum juga harus menjalankan prosedur yang benar, baik dalam proses penyelidikan maupun pengadilan, agar keputusan yang diambil dapat didasarkan pada fakta dan aturan hukum yang berlaku.

Dalam mengajukan banding, AG dan JPU berharap untuk mendapatkan keputusan yang lebih adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku, serta memperhatikan kondisi tersangka yang merupakan anak di bawah umur. Harapan ini bukan hanya untuk AG, tapi juga bagi generasi muda di Indonesia yang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal dalam kasus yang melibatkan mereka.

Sebagai elemen penting dalam sistem peradilan, JPU memiliki tanggung jawab untuk mengawal proses hukum secara adil dan mengedepankan kepentingan anak di bawah umur seperti AG. Melalui langkah banding yang diajukan, diharapkan proses peradilan dapat lebih objektif dan sesuai dengan aturan hukum yang ada, serta menjaga keadilan bagi semua pihak yang terkait.

Baca berita terbaru lainnya di sini.

Arya Pratama

Arya Pratama adalah seorang jurnalis senior yang fokus pada berita politik. Ia telah bekerja untuk beberapa media terkemuka di Indonesia. Selama kariernya, Arya telah meliput berbagai peristiwa penting di dunia politik Indonesia, termasuk pemilihan umum, sidang parlemen, serta peristiwa-peristiwa penting di tingkat nasional dan internasional.