JPU Kritik Haris Azhar dan Fatia dalam Sidang Kasus Polemik

Tim advokasi Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam penanganan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan oleh koordinator Kontras Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Menurut tim advokasi Kontras, JPU seolah-olah berperan sebagai pengacara Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam keterangan tertulis, Andi Rezaldy, dari Divisi Hukum Kontras, menyatakan bahwa JPU seolah tidak mewakili kepentingan negara dan justru berperilaku seperti kuasa hukum Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Hal ini menyusul sidang yang menghadirkan Luhut sebagai saksi pelapor yang digelar pada Kamis, 8 Juni 2023.
Andi menyoroti cara JPU bertanya kepada Luhut mengenai hubungan percakapan antara Luhut dan Haris Azhar, yang dianggapnya menggiring opini bahwa Haris meminta saham kepada Luhut. Menurutnya, pertanyaan tersebut tidak relevan dengan proses hukum yang telah berjalan sebelumnya.
Andi menambahkan bahwa Luhut juga menegaskan bahwa Haris meminta saham dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum masyarakat adat Papua. Oleh karena itu, tindakan JPU dianggap mengalihkan perhatian dari isu utama sidang, yaitu dugaan keterlibatan perusahaan Luhut di Papua.
Sidang kasus dugaan pencemaran nama baik ini berawal dari pernyataan Haris Azhar dalam podcast yang mengaitkan Luhut dengan dugaan pelanggaran HAM di Papua. Haris menyebut perusahaan yang diduga milik Luhut itu terlibat dalam dugaan pelanggaran hak-hak masyarakat adat Papua dalam ranah bisnis dan investasi.
Sebelumnya, penundaan sidang diajukan JPU setelah menerima surat dari Luhut Panjaitan. Surat tersebut merupakan balasan atas surat pemanggilan saksi yang dikirim JPU kepada Luhut pada 23 Mei 2023. Dalam surat tersebut, Luhut menyampaikan permohonan maaf dan tidak dapat hadir di persidangan.
Sebagai informasi, dalam kasus pencemaran nama baik ini, Haris Azhar didakwa Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Pidana. Kemudian Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Pidana. Lalu, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Pidana. Terakhir, Pasal 310 Ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara itu, Fatia Maulidiyanti didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar, kecuali Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.