Jokowi Bingung Mengapa RUU Perampasan Aset Belum Selesai

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyampaikan keheranannya mengapa draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset belum selesai. Padahal, Presiden Jokowi menegaskan akan segera mengeluarkan surat presiden (surpres) terkait pembahasan RUU tersebut.
“Saya sudah sampaikan juga pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kementerian terkait harus segera mengerjakan (RUU). Kalau sudah rampung, ya bagian saya untuk terbitkan surpres secepatnya. Memang kami sudah mendorong kemajuannya, tetapi kenapa tak kunjung selesai?” ucap Jokowi pada September 2021 saat berada di Depok, Jawa Barat.
RUU Perampasan Aset sendiri telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023 sebagai bagian dari usulan pemerintah. Presiden Jokowi menegaskan pentingnya RUU ini, sehingga pemerintah terus mendorong agar RUU tersebut segera diselesaikan.
RUU Perampasan Aset sudah tertunda pembahasannya di DPR selama 10 tahun sejak diusulkan pertama kali pada tahun 2012. Pemerintah berencana akan menggelar rapat konsolidasi percepatan pemberian persetujuan draf aturan tersebut pada pekan ini.
Ada enam unsur pimpinan instansi yang dimintai persetujuan draf naskah akademik dan RUU tersebut. Satu pimpinan lembaga yang belum memberi paraf persetujuan adalah Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Sementara itu, pimpinan lima instansi lainnya sudah memberikan paraf persetujuan, yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Karena belum semua unsur pimpinan instansi memberi persetujuan, surpres dari Presiden Jokowi sebagai tanda RUU akan dibahas bersama juga belum bisa dikirimkan ke DPR.
Indonesia sendiri diketahui telah menyerahkan instrumen ratifikasi atas United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crimes (UNCTOC) beberapa tahun lalu sebagai rujukan pembentukan RUU Perampasan Aset.
Sejumlah kalangan menilai RUU Perampasan Aset akan lebih efektif menjerat aset kriminal karena lebih cepat mengembalikan aset hasil kejahatan. Selain itu, RUU tersebut dinilai dapat lebih memberikan efek jera karena pelaku tidak lagi bisa menikmati hasil kejahatannya atau kerap disebut sebagai pemiskinan koruptor.
RUU Perampasan Aset dianggap penting karena akan mempercepat upaya pemerintah dalam menumpas kejahatan, khususnya korupsi, yang selama ini merajalela di Indonesia. Selain itu, dengan adanya RUU ini diharapkan pelaku kejahatan, terutama koruptor, akan merasa gentar dan tidak berani lagi melakukan tindakan koruptif.
Pembahasan RUU ini juga sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memberantas kejahatan, mengembalikan kekayaan negara yang disalahgunakan, dan memberantas koruptor. RUU tersebut diharapkan akan menjadi instrumen hukum yang efektif dalam mengatasi kejahatan di Indonesia.
Namun, keberadaan RUU Perampasan Aset ini juga tentunya harus disertai dengan penguatan sistem hukum Indonesia agar lebih efektif dan efisien. Penegakan hukum harus ditingkatkan, sumber daya yang ada harus dimanfaatkan, dan sinergi antar-instansi harus terus diperkuat agar RUU ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi pemberantasan kejahatan di Indonesia.
Dengan demikian, RUU Perampasan Aset menjadi perhatian serius Presiden Jokowi dan pemerintahannya. Semoga saja, ke depan RUU ini dapat segera diselesaikan dan memberikan manfaat bagi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Baca berita terbaru lainnya di sini.