Jimly Asshiddiqie Menganalisis Motif Tak Baik dalam Kasus Pengubahan Substansi Putusan Mahkamah Konstitusi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menyinggung adanya motif tak baik di balik skandal pengubahan substansi Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 yang berkenaan dengan pencopotan eks hakim konstitusi Aswanto. Hal tersebut disampaikan Jimly setelah dimintai keterangan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Jimly menyatakan bahwa perubahan substansi dalam putusan adalah hal yang lazim, asalkan diubah dalam sidang pembacaan putusan dan berkaitan dengan masalah redaksional seperti salah ketik dan tanda baca. Namun, kasus ini berbeda. Perubahan kalimat hanya melibatkan dua kata, namun memiliki konsekuensi hukum yang jauh berbeda.
Perubahan substansi yang terjadi adalah dari kata “dengan demikian” menjadi “ke depan”. Ucapan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan 23 November 2022 selengkapnya adalah “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK …”
Sedangkan, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK …”
Perubahan substansi ini diprediksi menciptakan kerancuan. Sebab, jika sesuai dengan yang disampaikan Saldi Isra, pergantian hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK. Akibatnya, penggantian Aswanto tidak boleh dilakukan.
MKMK telah memeriksa para hakim konstitusi terkait pengubahan substansi putusan ini. Pemeriksaan tidak hanya terhadap para pihak yang dianggap memiliki keterkaitan dengan kasus ini, melainkan juga terhadap dokumen-dokumen lain, termasuk rekaman kamera pengawas. MKMK juga telah meminta keterangan dari mantan hakim konstitusi Aswanto dan penggugat perkara nomor 103/PUU-XX/2022, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak.
Saat ini, MKMK telah memasuki babak baru, yaitu menggelar pemeriksaan lanjutan dengan memanggil kembali Zico dan mendengarkan pendapat ahli. Dengan demikian, MKMK berharap dapat mengusut kasus ini secara tegas agar martabat MK sebagai pengawal konstitusi tetap terjaga.