Grasi Merri Utami Disetujui Jokowi, Kesempatan untuk Meninjau Kembali Hukuman Mati

Pada tanggal 27 Februari 2023, Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengabulkan permohonan grasi Merri Utami, terpidana mati kasus narkoba. Merri, yang dihukum mati sejak 2001, kini tidak lagi berstatus terpidana mati, melainkan terpidana seumur hidup. Berita ini dikonfirmasi oleh kuasa hukum Merri Utami dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Aisyah Humaida.
Sebelumnya, Merri telah mengajukan permohonan grasi sejak 2016 ketika ia hampir dieksekusi mati. Namun, pada saat itu belum ada keputusan mengenai grasi tersebut. Kabar pengabulan grasi ini pertama kali disampaikan oleh Merri melalui sambungan telepon pada 24 Maret 2023. Setelah mendapat informasi tersebut, Tim LBH Masyarakat mengonfirmasi kabar tersebut dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan mengunjungi Lapas Semarang tempat Merri ditahan untuk memastikan kebenaran kabar grasi tersebut.
Langkah Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Merri Utami mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Pertama, LBH Masyarakat yang menilai bahwa pemberian grasi telah sesuai dengan implementasi hak asasi manusia. Menurut Koordinator LBH Masyarakat, Afif Abdul Qoyim, pidana mati tidak sejalan dengan implementasi HAM secara nasional dan internasional.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga menyampaikan apresiasi atas keputusan Presiden Jokowi ini. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menyatakan bahwa keputusan tersebut memiliki arti penting dalam pemenuhan hak konstitusional Merri Utami. Selain menjadi terpidana, Merri juga disebut sebagai korban perdagangan orang karena dijebak dalam kasus narkotikanya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga memuji keputusan Presiden Jokowi memberikan grasi. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan bahwa grasi yang diberikan Jokowi merupakan langkah positif dalam upaya pencegahan penerapan hukuman mati di Indonesia.
Atas langkah yang diambil oleh Jokowi ini, banyak pihak yang menilai penting untuk kembali mengevaluasi hukuman mati di Indonesia, terutama kepada narapidana seperti Merri Utami yang menunggu eksekusi hingga lebih dari dua dekade. Atnike berharap Jokowi akan memberikan grasi atau komutasi hukuman mati kepada terpidana mati lainnya di masa depan.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani. Ia berharap grasi yang diterima Merri dapat memberikan kesempatan untuk meninjau kembali terpidana mati lainnya, khususnya terpidana mati perempuan. Menurut data Komnas Perempuan pada tahun 2022, terdapat 13 perempuan terpidana mati. Dengan dikabulkannya grasi Merri, sisa perempuan terpidana mati menjadi 12 orang.
Andy menjelaskan bahwa grasi penting dipertimbangkan karena banyak perempuan terpidana mati merupakan korban perdagangan orang. Seperti kasus Merri Utami dan Merry Jane, seorang warga Filipina yang juga menjadi korban perdagangan orang dan dijebak menjadi kurir narkoba tanpa sepengetahuannya.
Merri Utami dijatuhi hukuman mati karena kedapatan membawa 1,1 kilogram heroin di Bandara Soekarno Hatta pada tahun 2001. Namun, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri sebagai korban perdagangan orang. Oliv ketika itu dititipkan tas oleh Jerry melalui Muhammad dan Badru yang kemudian, tanpa sepengetahuannya, mengandung heroin seberat 1,1 kilogram.
Baca berita terbaru lainnya di sini.