Ganjar-Prabowo Duet dianggap Memperkokoh Koalisi, tetapi Tidak Mungkin Terwujud

Wacana menduetkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dalam ajang pemilihan presiden (pilpres) 2024 memunculkan berbagai opini dari kalangan pengamat politik. Kabar ini mencuat setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) untuk Pemilu 2024. Meski dalam konteks koalisi partai hal ini dapat memperkuat dukungan, namun dilihat dari berbagai aspek, pasangan Ganjar-Prabowo dinilai cukup sulit untuk diwujudkan.
Sebagai catatan, Prabowo sebelumnya telah tiga kali mencoba peruntungannya sebagai kandidat dalam kontestasi pilpres. Pada Pilpres 2009, Prabowo berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri sebagai calon wakil presiden (cawapres). Kemudian pada Pilpres 2014, ia mencalonkan diri sebagai calon presiden dengan Hatta Rajasa sebagai cawapres, dan terakhir pada Pilpres 2019 berduet kembali dengan Sandiaga Uno.
Menempatkan Prabowo yang telah memiliki tiga kali pengalaman tersebut sebagai cawapres Ganjar Pranowo dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, salah satunya adalah bahwa posisi tersebut kurang tepat dan mengurangi gengsi politik Prabowo. Dalam pandangan politik, hal ini dianggap tidak pantas mengingat sebelumnya Prabowo telah maju sebagai capres pada dua pemilihan presiden terdahulu. Ditambah pula, pengalaman serta posisi Prabowo sebagai tokoh politik yang telah lama berkecimpung di dunia politik tentu tak bisa disejajarkan dengan Ganjar Pranowo yang memulai kariernya sebagai gubernur.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah bahwa Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) sebagai partai pengusung Prabowo sebelumnya telah mengamanatkan Prabowo sebagai calon presiden, bukan calon wakil presiden. Oleh karena itu, dilihat dari perspektif politik, partai akan kurang setuju jika Prabowo diduetkan dengan Ganjar Pranowo dalam posisi cawapres.
Elektabilitas Prabowo dan Ganjar juga menjadi sorotan. Belakangan, hasil survei dari berbagai lembaga mencatat peningkatan elektabilitas Prabowo yang mencapai 30,3 persen, menggeser Ganjar yang berada di angka 26,9 persen. Dengan adanya elektabilitas yang tinggi, pengamat politik yakin Gerindra akan tetap mengusung Prabowo sebagai capres pada pemilu mendatang. Prabowo dianggap memiliki nilai lebih untuk menghadirkan efek ekor jas bagi Gerindra pada pemilu nanti.
Selain berbicara tentang calon presiden, Ganjar Pranowo sendiri merupakan sosok yang memiliki rekam jejak apik sebagai Gubernur Jawa Tengah. Meski demikian, untuk mencapai posisi sebagai capres tentu membutuhkan dukungan yang kuat dari berbagai pihak. Hal ini menegaskan bahwa dari sudut pandang koalisi, gagasan menduetkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto cukup menarik dan mampu menggaet dukungan.
Namun, realita politik yang ada saat ini menunjukkan bahwa pasangan Ganjar-Prabowo hampir mustahil terwujud. Hal ini bisa dilihat dari respons Prabowo terkait wacana tersebut. Prabowo sendiri menegaskan bahwa dirinya merupakan capres dari Gerindra dan partainya pun tak kalah kuat dari partai yang mengusung Ganjar. Prabowo juga menyatakan bahwa pihaknya masih melihat situasi dan perkembangan dinamika politik saat ini.
Dalam perhelatan politik, keputusan akhir terkait calon presiden dan wakil presiden ditentukan oleh sejumlah faktor dan pertimbangan yang kompleks. Tentu saja, gagasan menduetkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto memiliki sejumlah kelebihan dan kekurangan. Namun, dengan dinamika politik yang ada saat ini, kemungkinan bagi keduanya untuk bersaing dalam kontestasi pemilu 2024 dengan menjadi satu pasangan masih sangat kecil.
Baca berita terbaru lainnya di sini.