Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati, Mahfud: Itu Independensi Hakim PT DKI

Kasus hukuman mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, menjadi sorotan publik. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta tersebut telah menguatkan vonis yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Menanggapi hal ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan bentuk independensi majelis hakim PT DKI Jakarta.
Menurut Mahfud, PT DKI Jakarta telah menunjukkan bahwa judex factie PN Jakarta Selatan sudah tepat dalam menjatuhkan hukuman kepada Ferdy Sambo. “Itu sepenuhnya adalah independensi dan keyakinan Majelis Hakim di PT DKI Jakarta,” ujarnya. “Jika (putusan) PT menguatkan putusan PN, maka judex factie selama persidangan di PN sudah benar.”
Dalam kasus ini, Ferdy Sambo didakwa atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir Jingga Pradana Dwi Susila, yang juga anggota Polri. Terdakwa bersama-sama dengan empat orang lainnya dituduh merencanakan dan melaksanakan pembunuhan tersebut di rumah korban pada Mei 2022. Selain Ferdy Sambo, putri Candrawathi (istri Ferdy Sambo), Ricky Rizal atau Bripka RR (ajudan Ferdy Sambo) dan Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga sekaligus sopir Ferdy Sambo) juga didakwa dalam kasus yang sama.
Terbaru, PT DKI Jakarta mengeluarkan putusan yang menguatkan hukuman mati yang dijatuhkan PN Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo. Ketua Majelis Hakim Singgih Budi Prakoso menyatakan, “Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 796/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel yang dimintakan banding tersebut.” Putusan tersebut juga menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan.
Sebelumnya, PN Jakarta Selatan telah menjatuhkan hukuman mati kepada Ferdy Sambo, sementara istrinya, Putri Candrawathi, dijatuhi hukuman penjara selama 9 tahun. Sedangkan Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf masing-masing dijatuhi hukuman penjara 14 tahun dan 8 tahun.
Keputusan hukuman mati ini menuai kontroversi, terutama karena putusan tersebut tidak sejalan dengan hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa lainnya. Selain itu, beberapa pihak juga mempertanyakan motivasi pembunuhan yang dianggap tidak wajib dibuktikan dalam persidangan. Namun, Majelis Hakim PT DKI Jakarta menegaskan bahwa mereka tidak berwenang memberikan ulasan mengenai beda vonis tersebut.
Dampak vonis mati bagi Ferdy Sambo tentunya sangat signifikan, mengingat beliau adalah mantan pejabat tinggi di kepolisian. Kasus ini menjadi bahan diskusi tentang sejauh mana independensi dan objektivitas majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman. Vonis tersebut juga menjadi bukti bagaimana hukum di Indonesia ditegakkan tanpa pandang bulu, bahkan untuk mantan pejabat tinggi.
Meskipun demikian, masih ada kemungkinan bagi terdakwa untuk meminta peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Apabila nantinya PK diajukan, publik pun akan kembali menunggu bagaimana perkembangan kasus hukuman mati ini berlanjut.
Baca berita terbaru lainnya di sini.