Bupati Meranti Menerima Rp 26,1 Miliar dari Berbagai Pihak, Diduga Terkait 3 Kasus Korupsi

KPK menyatakan bahwa Muhammad Adil, Bupati Kepulauan Meranti, diduga menerima uang sebesar Rp26,1 miliar dari berbagai pihak. Namun, KPK belum menjelaskan detail mengenai penerimaan uang tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa temuan ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik. Dijelaskan oleh KPK, Adil diduga terlibat dalam tiga kasus korupsi.
Pertama, Adil yang terpilih menjadi Bupati Kepulauan Meranti periode 2021-2026 diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk melakukan setoran uang. Sumber setoran berasal dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD. Uang tersebut dikondisikan seolah-olah merupakan utang pada Adil. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan Adil dengan kisaran 5-10 persen untuk setiap SKPD. Setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai kemudian diserahkan kepada Fitria Nengsih, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Kepulauan Meranti yang menjadi orang kepercayaan Adil.
Uang setoran tersebut digunakan untuk kepentingan Adil, seperti dana operasional kegiatan safari politik dan rencana pencalonan Adil untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau pada tahun 2024.
Kedua, selain menerima suap dan memerintahkan pemotongan anggaran, Adil juga diduga menerima suap lain dari pihak travel umrah. Pada Desember 2022, Adil diduga menerima uang sekitar Rp1,4 Miliar dari PT Tanur Muthmainnah melalui Fitria Nengsih. Perusahaan jasa travel perjalanan umrah itu memberikan uang kepada Adil setelah berhasil mendapatkan proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Ketiga, Adil diduga menyuap auditor pajak sehingga Pemkab Meranti mendapatkan status WTP. Adil dan Fitri diduga memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar kepada M Fahmi Aressa, Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau, agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti pada 2022 mendapatkan predikat baik dan memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
KPK kemudian menetapkan Adil, Fitria, dan Fahmi masing-masing sebagai tersangka pemberi dan penerima suap. Adil sebagai penerima suap disangkakan melanggar berbagai pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, ia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang yang sama.
Fitria sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Fahmi sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam konferensi pers, Wakil Ketua KPK berjanji bahwa temuan ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh tim penyidik KPK untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana yang diduga terlibat dalam kasus-kasus korupsi yang menjerat Bupati Kepulauan Meranti.
Baca juga: Setelah Mengalami OTT, Bupati Kepulauan Meranti: Saya Mohon Maaf Atas Kesalahan yang Telah Dilakukan.