Bawaslu Sebut Persyaratan 30 Persen Keterwakilan Caleg Perempuan Telah Terpenuhi

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan bahwa keterwakilan perempuan sebagai calon legislatif (caleg) dalam Pemilu 2024 telah mencapai angka minimum 30 persen. Hal ini diungkapkan Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, dalam keterangannya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait tuntutan koalisi sipil untuk merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, khususnya Pasal 8 ayat (2) tentang 30 persen keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon.
Ketua Bawaslu juga menambahkan bahwa hasil rapat menunjukkan bahwa angka keterwakilan perempuan pada Pemilu 2024 sudah terpenuhi sesuai persyaratan minimum. Namun ia tidak menjelaskan detail perhitungan persentase 30 persen tersebut dan mengatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bisa menjawab hal tersebut.
Sebelumnya, Bawaslu juga mendukung keputusan KPU untuk berkonsultasi dengan Komisi II DPR guna mengubah Pasal 8 ayat (2) yang terdapat dalam PKPU 10/2023. Menurut Rahmat Bagja, perubahan ini perlu dilakukan karena adanya perbedaan dalam PKPU tahun 2019 dan PKPU tahun 2023 serta perhitungan batas atas dan batas bawah pada daerah pemilihan (dapil).
Sampai saat ini, Bawaslu menilai bahwa belum ada pelanggaran terkait ketentuan Pemilu mengenai syarat 30 persen keterwakilan perempuan sebagaibacaleg. Ia mengungkapkan bahwa pembahasan terkait isu ini belum ditemukan dalam rapat yang telah dilakukan antara tiga lembaga di Komisi II DPR.
Koalisi sipil, yang juga terdiri dari beberapa komisioner purnabakti KPU, Bawaslu, dan DKPP, sebelumnya melayangkan somasi kepada KPU karena belum merevisi peraturan yang berpotensi mengurangi jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024. Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari mengonfirmasi bahwa pihaknya memang belum merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
KPU mengatur pembulatan ke bawah jika perhitungan 30 persen keterwakilan perempuan menghasilkan angka desimal kurang dari koma lima dalam pasal tersebut. Contohnya, jika di suatu dapil terdapat 8 caleg, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4. Karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah, sehingga keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat. Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen saja, yang artinya belum memenuhi ambang minimum keterwakilan perempuan 30 persen sesuai Pasal 245 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Meski belum merevisi ketentuan yang dipersoalkan, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengklaim sudah berupaya mengakomodir kepentingan keterwakilan perempuan di pendaftaran calon anggota legislatif yang telah ditutup pada 14 Mei lalu. Ia mengatakan bahwa angka keterwakilan perempuan yang telah didaftarkan oleh 18 partai politik sudah melampaui target minimum 30 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan koalisi sipil dalam menuntut revisi peraturan yang mengatur keterwakilan perempuan dalam pencalonan anggota legislatif terus berlanjut. Bawaslu, sebagai pengawas pemilu, diharapkan dapat terus bekerja sama dengan KPU dan DPR dalam mengakomodasi kepentingan keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024 demi terwujudnya persamaan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk menjadi anggota legislatif yang mewakili masyarakat Indonesia yang semakin maju dan demokratis.
Baca berita terbaru lainnya di sini.