Berita

Bantuan untuk Korban Gagal Ginjal Akut, Mensos Risma: Dari Mana Sumber Dana dan Berapa Biayanya?

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini membantah bahwa anggaran santunan korban gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) sudah ada di kementerian yang dipimpinnya. Ia menyatakan bahwa Kemensos tidak memiliki anggaran untuk menyantuni korban gagal ginjal yang saat ini berjumlah ratusan orang, di antaranya korban yang sudah meninggal dunia dan yang masih rawat jalan. “Kami tidak punya dana untuk hal ini. Dari mana dana untuk itu jika mereka harus mencuci darah berulang-ulang? Berat biaya yang harus dikeluarkan,” kata Risma saat ditemui di Gedung Kemensos, Jakarta Pusat, Senin (21/3/2023).

Risma telah menyampaikan pesan tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. “Jadi saya sudah berkata ke Pak Menko PMK, ‘Pak, kami tidak punya dana’. Kalau (santunan) diberikan sekali, lalu mereka harus mencuci ginjal berulang-ulang. Dari mana kami mendapatkan dana untuk hal itu,” ujar Risma.

Risma juga menyampaikan bahwa anggaran di balai-balai Kemensos telah menurun hingga Rp 300 miliar, begitu pula dengan anggaran bencana yang turun sekitar 50 persen. Di balai-balai ini dipenuhi oleh orang-orang yang membutuhkan, meliputi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), anak telantar, orang telantar, anak sakit, hingga tempat rehabilitasi. “Jadi saya harus hati-hati sekali menggunakan ini. Jangan sampai mereka tidak dapat makan lagi. Saya harus menghitung dengan baik agar anggaran tahun ini cukup untuk mereka,” ujar Risma.

Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy menyebutkan bahwa bantuan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak tengah diproses di Kemensos. Ia telah menyampaikan usulan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tersebut kepada Menteri Sosial Tri Rismaharini. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga telah menyerahkan data penerima kepada Kemensos.

Muhadjir mengakui bahwa proses verifikasi hingga penyerahan bantuan memerlukan waktu. Namun, ia memastikan bahwa pemerintah akan memastikan bahwa korban gagal ginjal mendapat perhatian. “Butuh waktu, tetapi pasti kita akan memperhatikannya,” ucap Muhadjir.

Rencananya, jenis bantuan yang diberikan akan berupa santunan kepada korban yang meninggal, serta pembayaran obat-obat yang diperlukan oleh korban ditanggung oleh BPJS Kesehatan. “Jadi ada 2 (bantuan). Kalau yang terkena penyakit, obatnya ditanggung oleh BPJS kesehatan, kami bayar premi. Dan untuk yang meninggal ada santunan,” kata Budi di Gedung Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2023).

Kasus gagal ginjal akut pada anak sebelumnya dinyatakan sebagai penyakit misterius karena belum diketahui penyebabnya. Belakangan diketahui bahwa kasus ini disebabkan oleh keracunan obat sirup yang mengandung zat kimia berbahaya etilen glikol dan dietilen glikol (EG/DEG). Zat kimia berbahaya itu sejatinya tidak boleh ada dalam obat sirup, tetapi cemarannya kemungkinan ada karena zat pelarut tambahan yang diizinkan di dalam obat sirup, yakni propilen glikol, polietilen glikol, gliserin/gliserol, dan sorbitol. Cemaran ini tidak berbahaya jika tidak melebihi ambang batas.

Data Kemenkes hingga 5 Februari 2023 mencatat, sebanyak 326 kasus gagal ginjal yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal akibat kasus ini mencapai 204 orang. Para korban menggugat Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta beberapa perusahaan farmasi maupun distributor yang tidak memenuhi ketentuan. Mereka menganggap Kemenkes dan BPOM lalai dan menuntut biaya ganti rugi.

Kemensos perlu melakukan verifikasi data terlebih dahulu sebelum menyerahkan bantuan kepada korban. Hal ini dikarenakan setiap rupiah uang yang dikeluarkan dari APBN perlu dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pemerintah harus berhati-hati dalam mengeluarkan anggaran untuk menyantuni korban.

Kemenkes dan BPOM juga harus memastikan bahwa obat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kasus gagal ginjal akut seperti yang terjadi sekarang. Pemerintah juga harus memastikan bahwa korban menerima bantuan yang mereka butuhkan.

Baca juga: Polri: Praxion Aman Dikonsumsi, Kandungan EG-DEG Tak Melebihi Batas Aman Meski Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut.

Rizka Wulandari

Rizka Wulandari sudah terjun di dunia media selama tiga tahun terakhir. Sejak lulus kuliah, ia sudah bekerja untuk beberapa publikasi independen di Jakarta dan menulis berbagai artikel dengan tema yang beragam.