Ade Armando trauma blusukan usai jadi korban pengeroyokan, begini ceritanya!
Akademisi dan pegiat media sosial Ade Armando mengaku ia tidak lagi berani berada di tengah kerumunan orang tak dikenal setelah menjadi korban pengeroyokan pada 11 April 2022. Ade pun kini meninggalkan kebiasaannya menggunakan kereta, sebab dia merasa takut ketika berada di tengah-tengah orang yang tak dikenal.
Pengeroyokan itu terjadi ketika Ade meliput unjuk rasa mahasiswa menentang wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode di depan Gedung DPR. Saat itu, Ade sempat diwawancarai oleh media massa terkait kehadirannya di lokasi unjuk rasa. Ia menduga, wawancara ini menjadi petunjuk bagi pembencinya untuk mengetahui keberadaan Ade di depan Gedung DPR. Ade meyakini bahwa pengeroyokan terhadap dirinya dilakukan secara sistematis. Ia membantah anggapan yang menyebut pelaku pengeroyokan adalah mahasiswa.
Ade menjelaskan bahwa pelaku pengeroyokan itu memiliki taktik yang sistematis dalam membentuk barikade sehingga tidak ada orang yang bisa menolong dirinya. Polisi yang ada di lokasi pun harus berjuang keras untuk dapat menolongnya.
Hal ini menjadi pelajaran pahit bagi Ade bahwa ternyata dirinya memiliki banyak musuh yang membencinya. Akan tetapi, ia enggan mencurigai ada kelompok tertentu yang mendesain serangan terhadap dirinya, ia menilai para pengeroyok hanyalah orang-orang yang membenci dirinya.
Selain itu, Ade menegaskan bahwa pelaku pengeroyokan bukanlah mahasiswa. Pasalnya, Ade tidak mengalami kekerasan apapun ketika sedang meliput jalannya unjuk rasa. Ia mengetahui bahwa para pelaku pengeroyok adalah sebagian pengangguran, sopir ojek, anak-anak muda, dan beberapa orang tua, bukan mahasiswa atau orang kampus.
Diketahui bahwa kasus pengeroyokan ini telah diputus oleh pengadilan di mana keenam pelakunya dijatuhi hukuman 8 bulan penjara pada pengadilan tingkat pertama, lalu diperberat menjadi 1 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Para pelaku pengeroyokan itu adalah Marcos Iswan, Komar, Abdul Latif, Al Fikri Hidayatullah, Dhia Ul Haq, dan Muhammad Bagja.
Hal ini berdampak pada kehidupan Ade Armando, yang sebelumnya biasa turun lapangan atau blusukan untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat. Ade mengakui bahwa ia tidak menyangka akan dikeroyok oleh orang-orang yang membencinya, meski ia merasa sudah sering ‘diserang’ lewat berbagai laporan kepada polisi. Ade juga menyampaikan bahwa sejak insiden pengeroyokan, ia lebih berhati-hati ketika berada di kerumunan orang yang tidak dikenal.
Ade Armando, yang juga merupakan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), mengatakan bahwa pengalaman pahit ini tidak menghentikan langkah dan semangatnya dalam berkontribusi pada kemajuan negeri. Ade mengaku bahwa di tengah kesibukan dan tantangan yang dihadapi, ia juga telah belajar lebih waspada terhadap situasi sekitar dan selalu menjaga kesehatan dan kesejahteraan pribadi agar tetap bisa fokus dalam berkarya.
Meskipun begitu, Ade Armando tetap memiliki dukungan dari keluarga, teman, dan para pendukungnya yang terus memberikan semangat dan keberanian. Ade pun berharap bahwa kejadian ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi dirinya dan juga para pencinta kebebasan berpendapat agar selalu menjaga keselamatan dan keamanan ketika berada dalam situasi yang belum tentu aman. Ade juga berharap agar hukum di Indonesia dapat menjadi lebih adil dan mengayomi semua pihak, termasuk korban pengeroyokan seperti dirinya.