Politik

Ade Armando sukarela dukung Jokowi di media sosial, jadi sorotan netizen

Akademisi dan aktivis media sosial Ade Armando membantah tudingan yang menyebut dirinya menerima uang untuk membela Presiden Joko Widodo di media sosial. Ia menegaskan bahwa dukungannya terhadap Jokowi adalah sukarela dan tanpa imbalan. Dukungan tersebut bukan hanya pada Pemilihan Presiden tahun 2014 dan 2019, tetapi juga pada Pilkada DKI Jakarta 2017 yang diikuti Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta.

Ade Armando menjelaskan bahwa dalam menentukan dukungan, seseorang tidak harus selalu berpikir tentang imbalan yang akan diterima. Baginya, berpedoman pada nilai kebenaran adalah dasar dalam menentukan sikap dan dukungan politik. Selama perjalanan politik Jokowi, Ade Armando kerap vokal menyuarakan dukungannya di berbagai kesempatan dan media sosial.

Menurutnya, keberanian untuk mengkritik dan berpihak pada kebenaran menjadi pilihan yang diambilnya sebagai bentuk dukungan terhadap figur yang dipercayainya memiliki integritas dan kemampuan untuk memimpin bangsa ini. Ia juga meyakini bahwa menjadi kritis dan objektif ada dalam wilayah akademisi, sehingga dukungannya tidak seharusnya diseret ke ranah politik yang ujungnya hanya bertujuan untuk mencari keuntungan.

Ade Armando, yang juga merupakan kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI), menyatakan bahwa dirinya bukan satu-satunya orang yang vokal menyuarakan dukungan kepada Jokowi. Namun, ia mengakui bahwa kemampuannya dalam berkomunikasi dan menyampaikan dukungan di media sosial bisa menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk menjadi pengikutnya. Seiring dengan kepopulerannya, jumlah pengikut Ade Armando di media sosial semakin meningkat.

Namun, dukungan ini kerap mendapat kritik dari pihak lawan politik yang kerap menyebut pendukung Jokowi, termasuk Ade Armando, sebagai ‘buzzer’. Istilah ‘buzzer’ sendiri digunakan untuk menyebut orang yang aktif di media sosial dengan tujuan mempengaruhi opini publik demi kepentingan politik, bisnis, atau kultur.

Ade Armando menegaskan bahwa julukan ‘buzzer’ yang diberikan kepada dirinya oleh lawan politik Jokowi adalah karena mereka tidak menghargai dukungan seseorang dalam bentuk kritik yang memang disampaikan dengan tulus dan tanpa pamrih. Ia juga menganggap bahwa lawan politik yang telah mem-fitnahnya sebagai ‘buzzer’ lebih ditujukan untuk menggiring opini bahwa setiap dukungan harus ada imbalan yang diterima. Ade Armando pun menegaskan bahwa dukungan yang diberikan adalah bentuk keberanian yang sukarela, tanpa mengharapkan bayaran dari pihak manapun.

Selain itu, Ade Armando juga mengungkapkan bahwa pada saat Jokowi terpilih sebagai presiden, memang sempat ada tawaran untuk duduk di kursi pemerintahan, tetapi ia memilih untuk menolaknya. Menurutnya, menjadi bagian dari pemerintahan akan membuat dirinya kehilangan kebebasan untuk memberikan kritik terhadap kebijakan yang dirasa tidak tepat dan tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.

Ia menilai bahwa keputusannya untuk tetap berada di luar pemerintahan adalah langkah yang tepat untuk tetap dapat mengawasi dan mengkritik pemerintah secara objektif, sejalan dengan prinsip-prinsip yang dipegangnya sebagai pemerhati, akademisi, dan anggota partai politik. Ade Armando mengaku bahwa kebebasan dan objektivitas dalam menyampaikan kritik ini justru akan memberikan nilai tambah dan kedalaman dalam pandangan politik yang disampaikan.

Arya Pratama

Arya Pratama adalah seorang jurnalis senior yang fokus pada berita politik. Ia telah bekerja untuk beberapa media terkemuka di Indonesia. Selama kariernya, Arya telah meliput berbagai peristiwa penting di dunia politik Indonesia, termasuk pemilihan umum, sidang parlemen, serta peristiwa-peristiwa penting di tingkat nasional dan internasional.