44 Persen Responden di Indonesia Anggap Pemimpin Politik Tidak Mengindahkan Suara Perempuan

Riset State of The World’s Girls Report (SOTWG) yang dipublikasikan Plan Indonesia menunjukkan, 44 persen responden di Indonesia menganggap pemimpin saat ini tidak mendengar suara perempuan dan perempuan muda, sementara 56 persen lainnya menganggap sebaliknya. Hal ini menjadi salah satu alasan atau hambatan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik.
Menurut Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti, masih banyak sekali hambatan yang dirasakan terutama oleh perempuan untuk masuk berpolitik. Beberapa hambatan di antaranya remaja perempuan berpikir politisi tidak akan mendengarkan mereka. Selain itu, mereka melihat politisi tidak banyak bicara terkait isu yang mempengaruhi perempuan.
Berdasarkan riset yang sama, para pemimpin politik juga dianggap masih kurang memahami aspirasi perempuan dan perempuan muda. Pemimpin politik masih jauh dari representasi daerah maupun komunitas yang mereka wakili.
Riset ini melibatkan 1.000 anak perempuan usia 15-24 tahun, yang didominasi oleh perempuan berusia 20-24 tahun sebanyak 65 persen dari total responden survei. Sebanyak 757 responden berasal dari Pulau Jawa, 48 responden dari Kalimantan, 46 responden dari Pulau Sunda Kecil, 5 responden dari Pulau Maluku, 23 responden dari Papua, 67 responden dari Sulawesi, dan 54 responden dari Sumatera. Karakteristik responden beragam dari 76 persen perkotaan, 19 persen pedesaan, dan 1 persen pemukiman informal. Responden berasal dari etnis, kelompok, penyandang disabilitas, pengungsi, dan agama minoritas.
Hasil riset menunjukkan bahwa 9 dari 10 perempuan atau sekitar 97 persen responden survei mengakui adanya beragam hambatan dalam proses partisipasi di dunia politik. Hambatan itu bersifat interseksional dan struktural karena usia dan gender yang dianggap belum dewasa serta berbagai stereotipe yang berkembang di masyarakat. Tantangan lainnya juga beragam, dari kurangnya akses ke dalam pengambilan keputusan, persepsi kurangnya pengetahuan atau keterampilan, hingga gagasan dari orang lain tentang apa yang pantas untuk remaja perempuan dan perempuan muda.
Dini menyampaikan, ketika berusaha untuk terlibat, perempuan sering diremehkan dan jarang didengarkan. Oleh karena itu, masih banyak tantangan yang harus mereka hadapi sebelum dapat masuk ke dunia politik. Mereka merasa bahwa suara mereka kurang didengar oleh politisi.
Riset ini menunjukkan bahwa masih banyak hambatan yang harus diatasi oleh perempuan dan perempuan muda yang ingin terlibat di dunia politik. Oleh karena itu, pemimpin politik harus menjadi lebih sensitif terhadap aspirasi dan kebutuhan perempuan, sehingga mereka dapat memberikan ruang yang layak bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Simak berita terbaru lainnya di sini.